Beberapa negara telah melakukan isolasi massal atau lock down bagi aktivitas warganya terkait pencegahan virus corona (Covid-19). Namun, meski jumlah kasus positif virus corona atau Covid-19 yang terus bertambah, Indonesia belum juga menerapkan kebijakan tersebut.
Pandemi koronavirus atau (COVID-19) di Indonesia diawali dengan temuan kasus pertama di Kota Depok pada 2 Maret 2020. Dua perempuan warga negara Indonesia, masing-masing berumur 64 dan 31 tahun, terjangkit COVID-19 dari kontak dengan seorang warga Jepang saat mengikuti acara di suatu klub dansa. Kedua pasien dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Jumlah pasien positif terinfeksi Virus Corona kembali bertambah menjadi 579 orang pada Senin (23/3). Korban yang meninggal pun meningkat menjadi 49 orang, dengan jumlah yang sembuh mencapai 30 pasien.
Presiden RI Joko Widodo menekankan bahwa pemerintah tidak akan mengambil opsi lockdown dalam penanganan virus corona COVID-19. Pemerintah pusat, menurut Jokowi, lebih mengedepankan social distancing atau menjaga jarak dan mengurangi kerumunan massa. Social distancing dinilai bisa mengurangi risiko penyebaran virus corona (COVID-19) karena virus ini menular antar manusia melalui droplet (partikel air liur) saat penderita bersin atau batuk. Dalam menjalani social distancing, Anda dapat menjaga jarak minimal satu atau dua meter dengan orang lain dan dianjurkan tidak berjabat tangan atau berpelukan saat bertemu orang lain. Sebab, kerumunan massa bisa membawa risiko lebih besar dalam penyebaran virus corona atau COVID-19. Keputusan melakukan lock down bakal berimbas pada konsekuensi yang perlu dipertimbangkan secara matang, baik secara ekonomi maupun sosial.
Wacana lockdown dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi, karena
tindakan tersebut biasanya disertai penghentian aktivitas kebanyakan pekerja.
Meski sebagian pekerjaan dimungkinkan dilakukan secara virtual, namun 80%
aktivitas kerja masih tetap membutuhkan lalu lintas manusia dan pertemuan.
Persoalan lain dari wacana lockdown adalah, pasokan bahan pangan dan kebutuhan
lainnya. Jika tak dipersiapkan dengan baik, Yose menilai harga bahan pangan
akan mengalami kenaikan. Hal ini menurutnya akan menimbulkan kelangkaan barang
di berbagai pasar, yang akhirnya memicu keresahan sosial. Bagi beberapa
kalangan seperti kelas menengah, kelangkaan mungkin tak akan terlalu
bermasalah, karena kebanyakan sudah mempersiapkan diri sejak lama terkait
lockdown. Namun, kebijakan ini justru akan memberatkan kalangan menengah ke
bawah, yang lebih bergantung dari pembelian bahan pangan secara harian. Tanpa
adanya lockdown, perekonomian Indonesia masih harus menghadapi
situasi ekonomi global yang melemah. Hal tersebut diperkirakan dapat menurunkan
ekonomi Indonesia hingga 1% dari PDB.
Jika berkepanjangan akan menyebabkan kegagalan bisnis dan PHK, serta memperburuk penurunan ekonomi. Jika lockdown diperluas ke tempat bisnis, tempat kerja, pabrik, dan fasilitas produksi, maka dampak ekonomi akan lebih parah. Hal ini dikarenakan ada kerugian produksi dan pendapatan. Dampak dari lockdown sangat luar biasa dan ini tidak bisa pulih dalam waktu sehari, setahun, dua tahun, ini akan butuh waktu panjang. Dampak ekonomi itu besar, tapi dampak kesehatan lebih mahal dari ekonomi.
Pemerintah berpendapat bahwa hal terpenting dalam pencegahan penyebaran virus corona saat ini adalah mengurangi mobilitas masyarakat dari satu tempat ke tempat lain. Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat tidak berkumpul atau mendatangi kerumunan untuk saat ini. Lockdown pasti akan berdampak pada ekonomi, tapi keselamatan manusia dan masyarakat adalah yang pertama dan utama.
----------------------------------------------------------------
Komentar
Posting Komentar